Instagram : @chatrinewest

Tuesday, April 24, 2018

Cerita Dewasa Akibat Kekecewaan Vivi Terhadap Suaminya

2:10 PM 50 Comments
Perkenalkan nama saya Nendi umur 29 tahun, saya bekerja di sebuah hotel berbintang tiga di kota “B”. Seperti kebanyakan orang bekerja yang kadang membuat kita jenuh, untuk mengatasinya aku sering mengunjungi situs Rumah Seks, sampai akhirnya saya terobsesi untuk menulis cerita ini.
Cerita Dewasa Akibat Kekecewaan Vivi Terhadap Suaminya
Cerita ini berawal dari pulang kemalaman dengan seorang sekretaris teman sekantor di bagian lain, namanya Vivi berperawakan sintal dengan kulit putih dan tinggi badan yang sedang-sedang saja sekitar 165 cm. Sebetulnya Vivi bukanlah tipe orang yang ramah walaupun dia seorang sekretaris, mungkin karena om-nyalah dia ada di posisi tersebut. Oh ya, Vivi juga sudah menikah kira-kira satu setengah tahun yang lalu, dan saya pernah beberapa kali ketemu dengan suaminya.
*****
Pagi itu pada saat jam masuk kantor aku berpapasan dengannya di pintu masuk, seperti biasa kita saling tersenyum dan mengucapkan selamat pagi. Ah lucu juga kita yang sudah kenal beberapa tahun masih melakukan kebiasaan seperti itu, padahal untuk hitungan waktu selama tiga tahun kita harus lebih akrab dari itu, tapi mau bagaimana lagi karena Vivi orangnya memang seperti itu jadi akupun terbawa-bawa, aku sendiri bertanya-tanya apakah sifatnya yang seperti itu hanya untuk menjaga jarak dengan orang-orang di lingkungan kerja atau memang dia punya pembawaan seperti itu sejak lahir.
Mungkin saat itu aku sedang ketiban mujur, tepat di pintu masuk entah apa penyebabnya tiba-tiba saja Vivi seperti akan terjatuh dan refleks aku meraih tubuhnya dengan maksud untuk menahan supaya dia tidak benar-benar terjatuh, tapi tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu di bagian dadanya. Setelah dapat berdiri dengan sempurna Vivi memandang ke arahku sambil tersenyum, ya ampun menurutku itu merupakan sesuatu yang istimewa mengingat sifatnya yang kuketahui selama ini.
“Terima kasih Pak nendi, hampir saja aku terjatuh.”
“Oh, nggak apa-apa, maaf barusan tidak sengaja.”
“Tidak apa-apa.”

Seperti itulah dialog yang terjadi pagi itu. Walaupun nggak mau mikirin terus kejadian tersebut tapi aku tetap merasa kurang enak karena telah menyentuh sesuatu pada tubuhnya walaupun nggak sengaja, waktu kutengok ke arah meja kerjanya melalui kaca pintu ruanganku dia juga kelihatannya kepikiran dengan kejadian tersebut, untung waktu masuk kerja masih empat puluh lima menit lagi jadi belum ada orang, seandainya pada saat itu sudah banyak orang mungkin dia selain merasa kaget juga akan merasa malu.
Aku kembali melakukan rutinitas keseharian menggeluti angka-angka yang yang nggak ada ujungnya. Sudah kebiasaanku setiap tiga puluh menit memandang gambar panorama yang kutempel dikaca pintu ruanganku untuk menghindari kelelahan pada mata, tapi ternyata ada sesuatu yang lain di seberang pintu ruanganku pada hari itu, aku melihat Vivi sedang memandang ke arah yang sama sehingga pandangan kami bertemu. Lagi, dia tersenyum kearahku, aku malah jadi bertanya-tanya ada apa gerangan dengan cewek itu, aku yang geer atau memang dia jadi lain hari ini, ah mungkin hanya pikiranku saja yang ngelantur.
Jam istirahat makan seperti biasa semua orang ngumpul di EDR untuk makan siang, dan suatu kebetulan lagi waktu nyari tempat duduk ternyata kursi yang kosong ada di sebelah Vivi, akhirnya aku duduk disana dan menyantap makanan yang sudah kuambil. Setelah selesai makan, kebiasaan kami ngobrol ngalor-ngidul sambil menunggu waktu istirahat habis, karena aku duduk disebelah dia jadi aku ngobrol sama dia, padahal sebelumnya aku males ngobrol sama dia.
“Gimana kabar suaminya vi?” aku memulai percakapan
“Baik pak.”
“Trus gimana kerjaannya? masih di tempat yang dulu?”
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika, baru berangkat satu bulan yang lalu.”
“Oh begitu, baru tahu aku.”
“Ingin lebih pintar katanya pak.”
“Ya baguslah kalau begitu, kan nantinya juga untuk mesa depan berdua.”
“Iya pak.”

Setelah jam istirahat habis semua kembali ke ruangan masing-masing untuk meneruskan kerjaan yang tadi terhenti. Akupun kembali hanyut dengan kerjaanku.
Pukul setengah tujuh aku bermaksud beres-beres karena penat juga kerja terus, tanpa sengaja aku nengok ke arah pintu ruanganku ternyata Vivi masih ada di mejanya. Setelah semua beres akupun keluar dari ruangan dan bermaksud untuk pulang, aku melewati mejanya dan iseng aku nyapa dia.
“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”
“Iya pak, ini baru mau pulang, baru beres, banyak kerjaan hari ini”

Aku merasakan gaya bicaranya lain hari ini, tidak seperti hari-hari sebelumnya yang kalau bicara selalu kedengaran resmi, yang menimbulkan rasa tidak akrab.
“Ya udah kalo begitu kita bareng aja.” ajakku menawarkan.
“Tidak usah pak, biar aku pulang sendiri saja.”
“Nggak apa-apa, ayo kita bareng, ini udah terlalu malam.”
“Baik Pak kalau begitu.”

Sambil berjalan menuju tempat parkir kembali kutawarkan jasa yang walaupun sebetulnya niatnya hanya iseng saja.
“Gimana kalo vivi bareng aku, kita kan searah.”
“Nggak usah pak, biar aku pakai angkutan umum atau taksi saja.”
“Lho, jangan gitu, ini udah malem, nggak baik perempuan jalan sendiri malem-malem.”
“Baik kalau begitu pak.”

Di sepanjang jalan yang dilalui kami tidak banyak bicara sampai akhirnya aku perhatikan dia agak lain, dia kelihatan murung, kenapa ini cewek.
“Lho kok kelihatannya murung, kenapa?” tanyaku penasaran.
“Nggak apa-apa pak.”
“Nggak apa-apa kok ngelamun begitu, perlu teman buat ngobrol?” tanyaku memancing.
“Nggak ah pak, malu.”
“Kok malu sih, nggak apa-apa kok, ngobrol aja aku dengerin, kalo bisa dan perlu mungkin aku akan bantu.”
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlalu pribadi.”
“Oh begitu, ya kalo nggak mau ya nggak usah, aku nggak akan maksa.”
“Tapi sebetulnya memang aku perlu orang untuk teman ngobrol tentang masalah ini.”
“Ya udah kalo begitu obrolin aja sama aku, rahasia dijamin kok.”

“Ini soal suami aku pak.”
“Ada apa dengan suaminya?”
“Itu yang bikin aku malu untuk meneruskannya.”
“Nggak usah malu, kan udah aku bilang dijamin kerahasiaannya kalo vivi ngobrol ke aku.”
“Anu, aku sering baca buku-buku mengenai hubungan suami istri.”
“Trus kenapa?”
“aku baca, akhir dari hubungan badan antara suami istri yang bagus adalah orgasme yang dialami oleh keduanya.”
“Trus letak permasalahannya dimana?”
“Mengenai orgasme, aku sampai dengan saat ini aku hanya sempat membacanya tanpa pernah merasakannya.”

Aku sama sekali nggak pernah menduga kalo pembicaraannya akan mengarah kesana, dalam hati aku membatin, masa sih kawin satu setengah tahun sama sekali belum pernah mengalami orgasme? timbul niatku untuk beramal:-)
“Masa sih vi, apa betul kamu belum pernah merasakan orgasme seperti yang barusan kamu bilang?”
“Betul pak, kebetulan aku ngobrolin masalah ini dengan bapak, jadi setidaknya bapak bisa memberi masukan karena mungkin ini adalah masalah laki-laki.”
“Ya, gimana ya, sekarang kan suami vivi lagi nggak ada, seharusnya waktu suami vivi ada barengan pergi ke ahlinya untuk konsultasi masalah itu”
“Pernah beberapa kali aku ajak suami aku, tapi menolak dan akhirnya kalau aku singgung masalah itu hanya menimbulkan pertengkaran diantara kami.”

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan tanpa terasa pula kami sudah sampai didepan rumah Vivi, Aku bermaksud mengantar dia sampai depan pintu rumahnya.
“Tidak usah pak, biar sampai sini saja.”
“Nggak apa-apa, takut ada apa-apa biar aku antar sampai depan pintu.”

Dasar, kakiku menginjak sesuatu yang lembek ditanah dan hampir saja terpeleset karena penerangan di depan rumahnya agak kurang. Setelah sampai di teras rumahnya kulihat kakiku, ternya yang kunjak tadi adalah sesuatu yang kurang enak untuk disebutkan, sampai-sampai sepatuku sebelah kiri hampir setengahnya kena.
“Aduh Pak nendi, gimana dong itu kakinya.”
“Nggak apa-apa, nanti aku cuci kalo udah nyampe rumah.”
“Dicuci disini aja pak, nanti nggak enak sepanjang jalan kecium baunya.”
“Ya udah, kalo begitu aku ikut ke toilet.”

Setelah membersihkan kaki aku diperliahkan duduk di ruang tamunya, dan ternyata disana sudah menunggu segelas kopi hanngat. Sambil menunggu kakiku kering kami berbincang lagi.
“Oh ya vi, mengenai yang kamu ceritakan tadi di jalan, gimana cara kamu mengatasinya?”
“aku sendiri bingung Pak harus bagaimana.”

Mendengar jawaban seperti itu dalam otakku timbul pikiran kotor lelaki.
“Gimana kalau besok-besok aku kasih apa yang kamu pengen?”
“Yang aku mau yang mana pak.”
“Lho, itu yang sepanjang jalan kamu bilang belum pernah ngalamin.”
“Ah bapak bisa aja.”
“Bener kok, aku bersedia ngasih itu ke kamu.”

Termenung dia mendengar perkataanku tadi, melihat dia yang sedang menerawang aku berpikir kenapa juga harus besok-besok, kenapa nggak sekarang aja selagi ada kesempatan.
Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak juga dia dari lamunannya sambil menatap kearahku dengan penuh tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya dan kukecup pipi sebelah kanannya, dia diam tidak bereaksi. Ku kecup bibirnya, dia menarik napas dalam entah apa yang ada dipikirannya dan tetap diam, kulanjutkan mencium hidungnya dan dia memejamkan mata.
Ternyata napsu sudah menggerogoti kepalaku, kulumat bibirnya yang tipis dan ternyata dia membalas lumatanku, bibir kami saling berpagut dan kulihat dia begitu meresapi dan menikmati adegan itu. Kitarik tangannya untuk duduk disebelahku di sofa yang lebih panjang, dia hanya mengikuti sambil menatapku. Kembali kulumat bibirnya, lagi, dia membalasnya dengan penuh semangat.
Dengan posisi duduk seperti itu tanganku bisa mulai bekerja dan bergerilya. Kuraba bagian dadanya, dia malah bergerak seolah-olah menyodorkan dadanya untuk kukerjain. Kuremas dadanya dari luar bajunya, tangan kirinya membuka kancing baju bagian atasnya kemudian membimbing tangan kananku untuk masuk kedalam BHnya. Ya ampun bener-bener udah nggak tahan dia rupanya.
Kulepas tangan dan bibirku dari tubuhnya, aku berpindah posisi bersandar pada pegangan sofa tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar. Kutarik dia untuk duduk membelakangiku, dari belakang kubuka baju dan BHnya yang saat itu sudah nempel nggak karuan, kuciumi leher bagian belakang Vivi dan tangan kiri kananku memegang gunung di dadanya masing-masing satu, dia bersandar ketubuhku seperti lemas tidak memiliki tenaga untuk menopang tubuhnya sendiri dan mulai kuremas payudaranya sambil terus kuciumi tengkuknya.
Setelah cukup lama meremas buah dadanya tangan kiriku mulai berpindah kebawah menyusuri bagian perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya, dia melenguh waktu kuraba bagian itu. Kusingkap roknya dan tanganku langsung masuk ke celana dalamnya, kutemukan sesuatu yang hangat-hangat lembab disana, sudah basah rupanya. Kutekan klitorisnya dengan jari tengah tangan kiriku.
“Ohh .. ehh ..”
Aku semakin bernapsu mendengan rintihannya dan kumasukkan jariku ke vaginanya, suaranya semakin menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana, tubuhnya semakin melenting seperti batang plastik kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat tubuhnya bergetar menerima perlakuanku. Dua puluh menit lamanya kulakukan itu dan akhirnya keluar suara dari mulutnya.
“Udah dulu pak, aku nggak tahan pengen pipis.”
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”
“Aduh pak, nggak tahan, vivi mau pipis .. ohh .. ahh.”

Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.
“Ahh .. uhh.”
Badanya mengejang beberapa saat sebelum akhirnya dia lunglai bersender kedadaku.
“Gimana vi rasanya?”
“Enak pak.”

Kulihat air matanya berlinang.
“Kenapa kamu menangis vi.”
Dia diam tidak menyahut.
“Kamu nyesel udah melakukan ini?” tanyaku.
“Bukan pak.”
“Lantas?”
“aku bahagia, akhirnya aku mendapatkan apa yang aku idam-idamkan selama ini yang seharusnya datang dari suami aku.”
“Oh begitu.”

Kami saling terdiam beberapa saat sampai aku lupa bahwa jari tengah tangan kiriku masih bersarang didalam vaginanya dan aku cabut perlahan, dia menggeliat waktu kutarik jari tanganku, dan aku masih tercenung dengan kata-kata terakhir yang terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum pernah merasakan orgasme.
“Mau ke kamar mandi pak?”
Tiba-tiba suara itu menyadarkanku dari lamunan ..
“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil menunjukkan jalan menuju kamar mandi.

Dia kembali ke ruang tamu sementara aku mencuci bagian tangan yang tadi sudah melaksanakan tugas sebagai seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Tak habisnya aku berpikir, kenapa orang berumah tangga sudah sekian lama tapi si perempuan baru mengalami orgasme satu kali saja dan itupun bukan oleh suaminya.
Selesai dari kamar mandi aku kembali ke ruang tamu dan kutemukan dia sedang melihat acara di televisi, tapi kulihat
dari wajahnya seakan pikirannya sedang menerawang, entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu.

“Vi, udah malam nih, saya pulang dulu ya ..”
Terhenyak dia dan menatapku ..
“Emm, pak, mau nggak malam ini nemanin vivi?”
Kaget juga aku menerima pertanyaan seperti itu karena memang tidak pikiran untuk menginap dirumahnya malam ini, tapi aku tidak mau mengecewakan dia yang meminta dengan wajah mengharap.
“Waktu kan masih banyak, besok kita ketemu lagi di kantor, dan kapan-kapan kita masih bisa ketemu diluar kantor.”
Dia berdiri dan menghampiriku ..
“Terima kasih ya pak, vivi sangat bahagia malam ini, saya harap bapak tidak bosan menemani saya.”
“Kita kan kenal sudah lama, saya selalu bersedia untuk membantu kamu dalam hal apapun.”
“Sekali lagi terima kasih, boleh kalau mau pulang sekarang dan tolong sampaikan salam saya buat ibu.”

Akhirnya aku pulang dengan terus dihinggapi pertanyaan didalam pikiranku, kenapa dia bisa begitu, kasihan sekali dia.
Seperti biasa esoknya aku masuk kantor pagi-pagi sekali karena memang selalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, kupikir belum ada siapa-siapa karena biasanya yang sudah ada saat aku datang adalah office boy, tapi ternyata pagi itu aku disambut dengan senyuman vivi yang sudah duduk di meja kerjanya. Tidak seperti biasa, pada hari-hari sebelumnya aku selalu melihat vivi dalam penampilan yang lain dari pagi ini, sekarang dia terlihat berseri dan terkesan ramah dan akrab.
“Pagi vi.”
“Pagi pak.”
“Gimana, bisa tidur nyenyak tadi malam?”
“Ah bapak, bisa aja, tadi malam saya tidur pulas sekali.”
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, selamat bekerja.”
“Iya pak.”

Aku meneruskan langkahku menuju ruang kerjaku yang memang tidak jauh dari meja kerjanya, dari dalam ruangan kembali aku menengokkan wajah ke arahnya, ternyata dia masih menatapku sambil tersenyum.
Tidak seperti biasanya, aku merasakan hari ini bekerja merupakan sesuatu yang membosankan, suntuk rasanya menghadapi pekerjaan yang memang dari hari ke hari selalu saja ada sesuatu yang harus diulang, akhirnya aku menulis cerita ini. HP didalam saku celanaku berbunyi, ada SMS yang masuk, kubuka SMS tersebut yang rupanya datang dari cewek diseberang ruanganku yang tadi pagi menatapku sampai aku masuk ke ruangan ini .. ya dia, vivi.
“Pak, nanti mlm ada acara gak? kalo tidak bisa gak bapak menuhin janji bapak tadi malam.”
Begitulah isi SMS yang kuterima, aku berpikir agresif juga nih cewek pada akhirnya. Kuangkan telepon yang ada diatas meja kerjaku dan kutekan nomor extensin dia.
“Kenapa gitu vi, mau ngajak kemana?”
“Eh bapak, kirain siapa, enggak, vivi udah nyediain makan malam di rumah, bapak bisa kan makan malam sama vivi nanti malam?”
“Boleh, kalau gitu nanti pulang saya tunggu di ruang parkir ya.”
“Iya pak, ma kasih.”

Sore hari aku terkejut karena waktu pulang sudah terlewat sepuluh menit, bergegas kubereskan ruanganku dan berlari menuju ruang parkir. Disana vivi sudah menungguku, tapi dia tersenyum waktu melihatku datang, tadinya kupikir dia akan kecewa, tapi syukurlah kelihatanyya dia tidak kecewa.
“Maaf jadi nunggu ya vi, harus beres-beres sesuatu dulu.”
“Nggak apa-apa pak, vivi juga barusan ada yang harus diselesaikan dulu dengan neni.”
“Yo.” kataku sambil membukkan pintu untuk dia, dan dia masuk kedalam mobil kemudian duduk disebelahku.

Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa terasa akhirnya kami masuk ke komplek perumahan dimana vivi tinggal lalu kami turun menuju ke rumahnya. Dia membuka pintu depan rumahnya dengan susah, rupanya ada masalah dengan kunci pintu tersebut. Aku tidak berusaha membantunya, karena dari belakang baru kuperhatikan kali ini kalau bagian tengah belakang milik vivi menarik sekali, lingkarannya tidak terlalu besar, tapi aku yakin laki-laki akan suka bila melihatnya dalam keadaan setengah berjongkok seperti itu.
Akhirnya pintu terbuka juga dan dia mempersilakan aku masuk, dan kamipun masuk. Setelah mempersilakan aku untuk duduk, dia pergi ke kamarnya, setelah itu dia kembali lagi dengan pakaian yang sudah digantinya, dia tidak langsung menghampiriku tapi terus melangkah ke arah dapur dan kembali dengan segelas air putih dan segelas kopi, lalu dia menyodorkan kopi tersebut kepadaku.
“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, kamu kok nggak minum kopi juga vi?”
“Saya nggak pernah minum kopi pak, nggak boleh sama si mas.”
“Oh gitu.”
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar vivi yang mindahin.”
“Bolah, sekalian saya mau ikut ke kamar mandi dulu, badan rasanya nggak enak kalau masih ada keringatnya.”
“Handuknya ada di kamar mandi pak.”

Dia berdiri sambil menerima kunci mobil yang kuserahkan sedangkan aku ngeloyor ke kamar mandi untuk terus membersihkan badan yang memang rasanya agak nggak enak setelah barusan diperjalanan dihadapkan ke kondisi jalan yang cukup macet tidak seperti biasa.
Keluar dari kamar mandi kudapati vivi kelihatan sedikit bingung, kutanya dia,
“Kenapa vi, kok seperti yang bingung begitu ..”
“Anu pak, barusan ada telepon dari restoran yang saya pesani untuk makan malam, katanya nggak bisa nganter makanan yang dipesan karena kendaraannya nggak ada.”
“Ya sudah nggak apa-apa, kita kan bisa bikin makanan sendiri, punya apa yang bisa dimasak?”
“Adu pa, vivi jadi malu.”
“Udah nggak apa-apa kok, malah jadi bagus kita bisa masak barengan.”

Kataku sambil tersenyum, vivi melangkahkan kakinya menuju dapur dan kuikuti, sampai didapur dia membuka lemari es yang ternyata hanya ada sedikit makanan yang siap masak disana. Akhirnya kami masak masakan seadanya sambil berbincang kesana kemari.
Tanpa sengaja aku perhatikan postur tubuh vivi yang terlihat lain dengan pakaian yang dikenakan sekarang, pakaian yang sedikir agak ketat menyebabkan lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas, sungguh bentuk tubuh yang sempurna untuk wanita seusia dia. Tanpa sadar kuhampiri dia dan dari belakang kupeluk dia yang sedang melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, dia menoleh kearahku dan tersenyum, kudekatkan bibirku ke bibirnya dan dia menyambutnya, awalnya hanya ciuman biasa sampai akhirnya kami saling berpagutan disini, ya di dapur miliknya.
Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba buah dadanya dan kuremas dari luar bajunya. Tangan vivi bergerak membuka kancing baju bagian depan dilanjutkan dengan menyingkapkan BH yang dia pakai, dengan demikian tanganku kiri kanan lebih leluasa meremasnya. Beberapa saat kemudian kulepaskan bibirku dari bibirnya dan kuarahkan ke buah dadanya yang terlihat sungguh indah dengan warna puting yang kemerahan, kujilat puting yang sebelah kanan dan dia menarik nafas dalam menerima perlakuan itu, akhirnya kukulum puting itu dan kuhisap dalam-dalam sambil tangan kananku tetap meremas dadanya yang sebelah kiri.
Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan kuremas pantat yang kenyal itu. Kumasukkan tangan itu ke dalam rok yang dia pakai dan disana kuraba ada sesuatu yang hangat dan sedikit basah dan kuraba-raba bagian itu terus menerus. Rupanya dia tidak tahan menerima sikapku itu, tangannya bergerak membuka resleting roknya dan melorotkannya kebawah. Aku hentikan kegiatan bibirku di buah dadanya lalu bubuka celana dalamnya dan kutemukan bulu indah yang tidak terlalu banyak disana kusingkapkan sedikit dan kuarahkan bibirku kesana dan kujilat bagian kecil yang menonjol disana.
Suara lenguhan dari bibirnya sudah tidak terbayangkan lagi, akan memperpanjang cerita kalau saya tuliskan disini.
“Oh, pak, saya belum pernah merasakan ini, oh ..”
Aku terus melanjutkan kegiatan lidahku diselangkangannya sambil terus memasukkan lidah ini kedalam gua lembab yang berbau khas milik wanita. Lenguhan demi lenguhan terus keluar dari mulutnya sampai akhirnya kurasakan tubuhnya mengejang dan bergetar dengan mengeluarkan teriakan yang tidak bisa ditahan dari mulutnya, dia sudah sampai ke puncak kenikmatan sentuhan seorang lelaku seperti aku ini, dan akhirnya kuhentikan kegiatanku itu lalu berdiri menghadap dia, danpa kuduga dia mencium bibirku.
“Pak kita ke kamar ya.”
Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar itu terlihat rapi, lalu kami duduk dipinggir tempat tidur dan kembali saling berpagutan disana. Dia bangkit berdiri dihadapanku seraya bertanya.
“Boleh saya buka pakaian bapak?”
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut, lalu dia membuka seluruh pakaian yang kukenakan sampai ke celana dalamku. Dia memegang senjataku yang dia dapati dibalik celana dalam yang baru saja terbuka, lalu dia menciumnya dan menjilatinya, nikmat sekali rasanya.
“Dari dulu saya ingin melakukan ini, tapi suami saya nggak pernah mau diperlakukan begini.”
Dia berkata begitu sambil kembali meneruskan kegiatannya menjilati senjata milikku, tanpa kuduga dia lanjutkan kegiatannya tadi dengan mengulum dan menyedot batang kemaluanku, dan rasanya lebih nikmat dari yang tadi kurasakan. Akhirnya dia berhenti berlaku seperti itu dan berkata.
“Pak, tidurin vivi ya.”
Tanpa menunggu permintaan itu terulang aku baringkan tubuhnya diatas tempat tidur, aku ciumi sekujur tubuhnya yang dibalas dengan gelinjangan tubuh mulus itu, akhirnya setelah sekian lama kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang senggama yang memang sudah basah dari sejak tadi, dan “Ahh ..” itulah yang keluar dari mulut vivi, sungguh nikmat sekali rasanya memasuki tubuh yang telanjang ini, dan satu lagi, lubang kemaluannya masih terasa cukup sempit dan menggigit, terbersit lam pikiranku sebuah pertanyaan, sebesar apa milik suaminya sampai lubang ini masih terasa sempit seperti ini.
Kuperhatikan jam yang ada di dinding kamarnya menunjukkan bahwa aku sudah mengeluar masukkan kemaluanku kedalam tubuhnya selama dua puluh menit dan akhirnya kembali kurasakan tubuhnya mengejang sambil mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya, akhirnya dia menggelepar sambil memeluk tubuhku erat-erat seolah tidak ingin lepas dari tubuhnya, karena pelukannya itu aku jadi terhenti dari kegiatanku.
Beberapa saat kemudian vivi melepaskan pelukannya dan terkulai lemas, tapi aku melihat sebuah senyuman puas diwajahnya dan itu membuat aku merasa puas karena malam ini dia sudah dua kali mendapatkan apa yang selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya.
“Gimana vi?”
“Aduh, vivi lemas tapi tadi itu nikmat sekali ..”
“Vivi mau coba gaya yang lain?”
“Emm ..”

Kubangunkan tubuhnya dan kugerakkan untuk membelakangiku, kudorong pundaknya dengan pelan sampai dia menungging dihadapanku, kumasukkan kejantananku kedalam lubang senggamanya dan dia mengeluarkan teriakan kecil.
“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, vivi belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini ..”
Aku keluar masukkan kemaluanku ini kedalam tubuhnya dengan irama yang semakin lama semakin kupercepat, lama juga aku melakukan itu sampai akhirnya dia berkata “Pak vivi mau pipis lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku karena kurasakan ada sesuatu yang mendorong ingin keluar dari dalam tubuhku.
Dalam kondisi lemas dan masih menungging vivi menerima gerakan maju mundur dariku, mungkin dia tahu kalau aku sebentar lagi mencapai klimaks, dan akhirnya menyemburlah cairan dari kemaluanku masuk semua kedalam tubuhnya. Beberapa saat kemudian aku merasakan tubuhku lemas bagai tak bertulang dan kucabut senjataku dari lubang milik vivi.
Aku terbaring disampingnya setelah melepaskan nikmat yang diada tara, dia tersenyum puas sambil menatapku dan memelukku, lalu kami tertidur dengan perasaan masing-masing. Dalam tidur aku memimpikan kegiatan yang barusan kami lakukan dan waktu hampir pagi aku terbangun kudapati vivi masih terpejam dengan wajah yang damai sambil masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia terbangun, lalu kami meneruskan kegiatan yang tadi malam terpotong oleh tidur sampai akhirnya kami berdua bangun dan menuju kamar mandi dalam keadaan masing-masing telanjang bulat tanpa sehelai benangpun menutupi tubuh kami.
Dikamar mandi kami melakukannya lagi, dan kembali dia mengucapkan kata-kata yang tidak habis aku bisa mengerti “Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..”.
Akhirnya kami berangkat kerja dari rumah vivi, sengaja masih pagi agar tidak ada orang di kantor yang melihat kedatangan kami berdua untuk menghindari sesuatu yang kami berdua tidak inginkan.
Sampai saya menulis cerita ini, masih tetap terngiang kata-katanya yang sering mengucapkan kata-kata “Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..” setiap saya berhubungan dengan dia dengan gaya yang lain.
Berawal dari situlah kami sering melakukan hubungan suami istri, dan itu selalu kami lakukan atas permintaan dari dia, aku sendiri tidak pernah memintanya karena aku tidak mau dia punya pikiran seolah-olah aku mengeksploitir dia. Dan sekarang vivi yang kukenal jauh berbeda dari vivi yang dulu, dia menjadi orang yang ramah dan selalu tersenyum kepada semua orang dilingkungannya.
*****
Pemirsa, ini adalah sebuah pengalaman yang walaupun saya menikmatinya tapi tetap terbersit dalam pikiran kenapa masih ada [terutama wanita seperti vivi] yang mengalami hal seperti itu, sungguh harus menjadi contoh bagi kita kaum lelaki untuk berusaha memuaskan pasangan kita, semoga cerita ini menjadi cermin, dan walaupun begitu saya akan meneruskan cerita ini ke babak selanjutnya .. tunggu tanggal mainnya.
Oh ya, dalam cerita ini saya tidak banyak menuliskan suara-suara apa yang timbul saat kami melakukan kegiatan pertempuran laki perempuan, karena saya yakin itu akan ada dalam imajinasi anda sebagai pembaca:).

Cerita Dewasa Wanita Penuh Sensasi

2:07 PM 36 Comments
Halo saya pengemar situs Rumah Seks. Saya ingin menyumbangkan cerita tapi cerita ini hanya rekaan semata jadi tidak ada hubungannya dengan nama, tempat, dan kejadian sebenarnya. Untuk memudahkan ceritanya maka saya akan menggunakan diri saya sendiri sebagai pelaku dalam cerita ini.
Cerita Dewasa Wanita Penuh Sensasi
Nama saya Jeffry dan saya saat ini sedang kuliah di salah satu PTS di salah satu kota besar di Indonesia, dan hari ini adalah hari pertama saya datang ke kota ini karena besok perkuliahan saya sudah dimulai. Sesudah sampai dari kampung, maka saya segera menuju tempat kost saya karena saya sendiri sebenarnya belum mengenal kost baru itu. Sesampainya saya segera menekan bel tapi kemudian terdengar dari rumah sebelah seorang wanita setengah baya memanggil saya dan berkata,
“Kamu Jeffry yach?”
Dan saya menjawabnya,
“Iya, kok tahu?” tanya saya penuh rasa ingin tahu.
Lalu wanita itu segera berkata,”Nggak, saya adalah ibu kost rumah ini dan saya tinggal di sebelah sini.”
Lalu saya bergumam,
“Ooh..”
Setelah itu ibu ini segera membawa saya untuk masuk dan mengenalkan tempat kost ini.

Setelah di dalamnya ibu itu segera menerangkan keadaan rumahnya, rumah ini terdiri dari 4 tingkat dan di dalam sudah ada penghuninya yaitu sepasang suami istri yang menyewa tingkat 2, seorang wanita yang menghuni tingkat 3 dan 3 orang mahasiswa dari luar kota yang menghuni tingkat 4 yang terdiri dari 4 ruangan kamar 3×2 meter dan kami masing-masing menempati kamar-kamar ini, dan kamar untuk saya tepat menghadap ke arah tempat jemuran. Setelah itu saya pun berkenalan dengan para mahasiswa ini dan malamnya ketika kami sedang menonton TV (yang di letakkan di tingkat 3) tercium oleh saya wangi parfum yang sangat mengoda. Ternyata seorang wanita yang saya taksir berusia sekita 35 tahun naik ke atas dan dialah yang menghuni kamar di tingkat 3 ini.
Lalu saya pun segera berkenalan dengannya dan dia bernama Eva, tapi dilihat dari bentuk tubuh dan wajahnya dia tak beda dengan wanita usia 20-an. Wajahnya terlihat sangat manis belum lagi dada dan pinggulnya yang sangat menantang. Sungguh membuat saya menelan ludah. Lalu saya tahu dari ketiga temen saya kalau Mbak Eva ini bekerja di salon dan mungkin saja menjadi simpanan seorang pria, lalu saya mengangguk tanda mengerti.
Tak terasa saya sudah tinggal di kost itu hampir 2 minggu dan kalau di pagi hari rumah itu selalu kosong karena selain ketiga teman baru saya itu kuliahnya pagi, Mbak Eva juga selalu keluar rumah dan sepasang suami istri itu juga jarang pulang ke rumah ini. Singkatnya kalau pagi hari saya selalu sendirian, dan pagi ini saya bangun tentu saja suasana sunyi senyap dan saya melihat keluar jendela yang menghadap ke tempat jemuran tampak oleh saya dijemur celana dalam yang berwarna hitam dan tentu saja saya tahu kalau itu adalah celana dalam Mbak Eva, tapi entah kenapa timbul niat saya untuk melihat CD itu dari dekat. Lalu saya pun segera keluar dan setelah melihat situasi cukup aman saya segera mengambilnya ke dalam kamar saya dan di dalamnya saya segera mencium CD itu dan tercium wangi deterjen yang harum. Belum puas dengan tindakan itu, saya segera menurunkan celana sekaligus dengan CD saya dan segera memakai CD itu dan tampak oleh saya sangat memikat yaitu terdapat renda di sekelilingnya dan sekitar selangkangannya terdapat jala-jala yang kalau dipakai oleh Mbak Eva tentu akan tampak di jala-jala ini bulu kemaluannya.
Langsung saja kemaluan saya segera menegang dan setelah mengembalikan CD-nya ke tempat semula. Saya segera masuk ke kamar mandi untuk mandi dan tentu saja saya segera melakukan onani untuk memuaskan nafsu saya. Setelah kejadian itu saya hampir setiap pagi mempunyai kegiatan rutin yaitu mengamati CD Mbak Eva dan tentu saja memakainya sambil melihat keindahannya, dan tak lama kemudian saya sudah hampir dapat mengetahui jumlah CD Mbak Eva (mungkin karena selalu mengamati CD-nya), CD Mbak Eva berjumlah sekitar 6 potong dan setiap potongnya mempunyai keunikannya baik dalam coraknya maupun warnanya sepeti warna hitam berenda, warna pink dengan lipatan lipatan kecil, dan warna kuning kilat. Tapi yang paling menarik menurutku adalah CD warna putihnya yang setengahnya yaitu bagian depannya terdiri dari renda dan bagian belakangnya terbuat dari sutra. Selain itu saya juga suka CD-nya berwarna biru langit dan di depannya yaitu tepat di arah selangkangannya terdapat gambar seekor kucing dalam gaya memberikan tanda “peace” (lucu juga CD ini dalam pikiranku).
Semuanya berjalan lancar hingga suatu pagi ketika bangun tentu saja saya segera melihat keluar dan tampak oleh saya CD Mbak Eva. Lalu saya bermaksud untuk mengambilnya untuk diamati. Begitu melepas jepitan jemurannya dan mengambilnya tiba-tiba terdengar ada suara orang naik ke atas dan tentu saja saya terkejut dan segera melempar CD-nya ke lantai lalu saya bermaksud kembali ke kamar saya, tapi baru sampai di pintu saya melihat Mbak Eva sedang memakai baju tidur terusannya dan Mbak Eva bertanya kepada saya, “Lho baru bangun yach?” lalu saya mengiyakannya dan bertanya, “Mbak Eva nggak kerja hari ini?” dan dijawab, “Nggak, malas tuh,” dan saya segera masuk ke kamar saya dengan perasaan was-was lalu tak berapa lama kemudian terdengar pintu kamar saya diketuk, dengan perasaan berdebar saya membuka pintunya.
Tampak di luar Mbak Eva dan dengan mata tajam Mbak Eva berkata, “Boleh saya masuk? saya ingin bicara sama kamu,” dan saya pun membiarkan Mbak Eva masuk lalu Mbak Eva masuk dan bertanya sama saya,
“Kamu tadi mau mengambil celana dalam saya yach?”
“Nggak kok.”
“Apanya yang nggak, buktinya itu CD saya terjatuh di lantai padahal saya sudah menjepitnya dengan kuat.”
Seperti sudah tak dapat disembunyikan saya pun mengakui kalau saya yang mengambilnya. Lalu Mbak Eva berkata lagi,
“Sudah berapa lamu kamu melakukan ini?”
“Sudah hampir 2 minggu Mbak.”
“Apa yang kamu lakukan dengan CD saya?”
“Saya menciumnya lalu memakainya, itu saja kok nggak ada yang lain.”

Lalu Mbak Eva tersenyum dan berkata, “Apa enaknya kamu mencium dan memakainya, kamu mau nggak melihat saya yang memakainya dan mencium wangi yang sesungguhnya?”
Seperti mendapat kesempatan emas lalu saya berkata, “Ah.. Mbak jangan bercanda ah..”
Dan Mbak Eva berkata, “Nggak, saya nggak bercanda, saya serius, kalau kamu nggak mau yach sudah, Mbak mau turun,” sambil Mbak Eva membalikkan badannya.
Tapi saya segera menarik tangannya dan segera berkata, “Saya mau kok Mbak!”
Sedangkan tangan saya satunya lagi segera menarik rok baju tidurnya ke atas dan tampak oleh saya CD-nya yang menjadi kesukaan saya yaitu CD berwarna putih dengan renda di bagian depan dan bagian belakangnya terbuat dari sutra.
Lalu Mbak Eva berkata, “Ih.. kamu jangan gitu ah..’” tapi saya segera mencium bibirnya yang mengoda itu dan Mbak Eva membalasnya dengan hisapan dan gigitan kecil dan tangannya memegang kemaluan saya yang sudah mulai mengeras itu, lalu saya melepas ciuman saya sedangkan tangan Mbak Eva masih di kemaluan saya meskipun cuma dari luar celana tidur saya.

Kemudian saya segera mendorong tubuh Mbak Eva untuk merapat di dinding, dan kemudian tangan saya mulai bergerilya di daerah sensitifnya dan tentu saja dari luar CD-nya tapi tak lama kemudian karena tak sabar saya segera memasukkan tangan saya ke dalam CD-nya dan menyentuh kemaluannya, Mbak Eva mendesah “Uuh.. geli Jeff.. tapi nikmat sekali.. terus.. enak sekali.. uh.. ah..” Lalu tak lama kemudian kemaluan Mbak Eva sudah mulai basah. Karena sudah terangsang maka Mbak Eva segera mendorong tubuh saya ke tempat tidur dan dengan segera Mbak Eva memeloroti celana saya dan CD saya, lalu dengan pelan dia menjilat kepala kemaluan saya yang sudah menegang itu kemudian memasukannya ke dalam mulutnya hingga masuk semuanya ke dalam mulutnya dan menghisapnya seperti menghisap es batangan. Tanpa sadar karena keenakan saya mendesah, “Uh.. enak sekali Mbak.. isap terus Mbak.. jangan berhenti..!” Lalu tangan saya mulai menjambak rambutnya dan menekan kepalanya terus, sedangkan kaki saya mulai menegang karena keenakan, lalu Mbak Eva menghentikan kegiatannya.
Kemudian Mbak Eva mulai membuka baju piyamanya dan tampaklah oleh saya sepasang buah dadanya yang sangat menantang terbungkus oleh BH yang unik sekali, tapi seperti sudah tidak tahan Mbak Eva segera melucuti BH-nya dan melepas CD sutranya. Tampaklah oleh saya pemandangan yang sangat indah dengan buah dada yang bulat dan pentilnya yang berwarna kecoklatan menantang dan paha yang mulus tapi yang paling menggoda adalah bagian selangkangan yang ditumbuhi pelindung alami yang cukup lebat tapi terbentuk dan terawat sangat rapi, sungguh membuat saya menelan ludah.
Lalu Mbak Eva naik ke atas tubuh saya, dan dalam posisi jongkok kemudian mengarahkan lubang kemaluannya ke arah kepala kemaluan saya. Begitu tersentuh, saya dan Mbak Eva menjerit pelan bersamaan, “Uuh..” dan dengan pelan Mbak Eva menekan lubang kemaluannya dan kepala kemaluan saya amblas ke dalamnya meskipun tidak terlalu susah tapi untuk ukuran wanita seperti Mbak Eva kemaluannya termasuk sangat sempit, dan Mbak Eva berteriak, “Aduh.. sakit sekali.. tapi terasa nikmat,” dan saya tak hentinya menjerit, “Terus Mbak.. nikmat sekali kemaluannya.. terus Mbak..” lalu Mbak Eva makin menekan turun tubuhnya dan tak lama kemudian maka masuklah seluruh batang kemaluan saya yang termasuk ukuran besar itu ke dalam lubang surgawinya. Kemudian tubuh Mbak Eva segera menimpa badan saya dan berteriak, “Aduh sakit sekali.. uh.. aduh.. uh.. ahh..” Sesudah istirahat hampir 5 menit lamanya Mbak Eva mulai bangkit dan batang kemaluan saya tentu saja masih di dalam lubang kemaluannya. Lalu Mbak Eva mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur sambil tangannya menopang pada tubuh saya dan terdengar suara tubuh kami berbenturan, “Piak pret piak..” dan dengan gerakan yang liar Mbak Eva menaiki tubuh saya dan sambil terus menggoyang tubuhnya dan terus berpacu untuk mencapai puncak kenikmatan dunia dan terus mendesah, “Uuh.. ah.. ah.. nikmat sekali.. uh.. ah..” Sedangkan tangan saya tak hentinya meremas buah dadanya dan memainkannya.
Lalu sesudah hampir 10 menit Mbak Eva berkata, “Saya mau sampai..”
Saya pun berkata, “Saya juga Mbak.. tahan sebentar lagi..”
Tak lama kemudian terdengar Mbak Eva menjerit “Uuh.. saya sampai.. uh..”
Dan saya juga merasa bendungan saya sudah jebol dan mendesah, “Uh.. saya juga.. nikmat sekali.. ahh.. enakk..” dan terasa adanya cairan hangat di kemaluan saya, lalu Mbak Eva jatuh lemas di tubuh saya, sedangkan kemaluan saya juga belum dicabut keluar karena kami sudah lemas sesedah pertempuran yang hebat tersebut. Lalu setelah hampir 15 menit Mbak Eva bangkit dan sambil tersenyum berkata, “Nikmat sekali Jeff.. kamu hebat dech..” dan saya berkata, “Sekali lagi dong Mbak.. yach..!” tapi Mbak Eva berkata, “Lain kali aja yach, Mbak capek..’ Lalu saya mengiyakannya dengan sangat kecewa.

Lalu Mbak Eva bangkit dan bermaksud mengambil pakaiannya, tapi melihat bukit kemaluannya Mbak Eva, nafsu saya bangkit kembali. Lalu saya menarik tangan Mbak Eva serta mendorongnya merapat ke dinding lalu saya jongkok dan saya benamkan kepala saya ke selangkangan Mbak Eva dan dengan pelan saya menjilatinya, dan Mbak Eva mendesah, “Aduh.. geli.. ah.. udah dech!” sambil tangannya menekan kepala saya, tapi saya tidak menghiraukan peringatannya sambil terus memainkan lidah saya di kemaluannya. Setelah seluruh bulu kemaluan Mbak Eva basah, saya beralih ke klitorisnya dan Mbak Eva mendesah hebat sambil menjambaki rambut saya, “Uuh.. terus.. enak sekali.. sungguh.. ah.. ahh.. ehmm..” dan terus saja lidahku bermain di klitoris dan lubang kemaluannya. Tak lama kemudian jambakan Mbak Eva makin dahsyat dan menjerit serta mencapai orgasme keduanya, “Aduh.. saya sampai.. terus Jeff.. uh.. ehm.. uh.. hu..” dan saya segera menghisap habis seluruh cairan kemaluannya.
Setelah agak lama Mbak Eva mulai tenang dan setelah itu saya bangkit tapi tubuh Mbak Eva seperti kehilangan keseimbangan dan mau jatuh, untung saya segera menangkapnya dan dia berkata, “Huh.. kamu ini, Mbak lemas sekali gara-gara kamu..”
Dan saya berkata, “Sorry Mbak, soalnya saya nafsu sekali melihat Mbak, tapi Mbak Eva musti janji yach, lain kali Mbak harus menebus kekurangan hari ini.”
Mbak Eva berkata, “Iya dech.. Mbak janji tapi sekarang Mbak musti istirahat, Mbak capek sekali, kalau nanti sudah pulih Mbak pasti melayani kamu lagi, tapi sekarang sebagai hukuman kamu musti nemenin Mbak ke bawah, soalnya Mbak lelah sekali nanti jatuh lagi.”
Saya berkata, “Beres Mbak!”

Setelah mengantar Mbak Eva ke tempat tidurnya saya mencium pipinya dan berkata, “Selamat beristirahat Mbak!” Mbak Eva tersenyum. Sebelum keluar dari kamarnya, tangan saya pun meremas buah dadanya yang empuk sedangkan tangan satu lagi bergerilya di dalam CD-nya dan memainkan bukit kemaluannya. Mbak Eva segera melototkan matanya kepada saya dan saya segera berlari keluar dengan tersenyum dan Mbak Eva berkata, “Dasar kamu ini nggak pernah puas yach.. dan tolong kunci pintunya..!” dan saya menjawabnya penuh kepuasan, “Beres Mbak..’ Lalu saya kembali ke kamar tidur saya lagi.
Demikianlah cerita ini saya paparkan. Saran dan kritik sangat saya harapkan dari para pembaca ke e-mail saya.

Cerita Dewasa Bercinta Dengan Pembantu Muda

2:03 PM 22 Comments
Saat itu aku baru saja pulang dari Australia, karena sedang liburan natal dan tahun baru 1998, aku disuruh pulang oleh kedua orang tuaku karena kedua orang tuaku akan pergi ke Belanda ke rumah pamanku. Setelah kedua orang tuaku pergi tinggal aku dan dua orang pembantu rumah tanggaku yang menghuni rumahku. Pembantuku itu yang satu sudah tua dan yang satu masih muda dan sangat manis wajahnya seperti Paramitha Rusady rambutnya juga panjang.

Suatu malam aku sedang asyik menonton blue film di ruang tengah. Aku nonton sambil beronani ria, aku kocok penisku setelah sebelumnya aku kasih baby oil, semakin lama kocokanku semakin cepat dan, “Croot.., croot”, tumpah semua air maniku di lantai, nikmat sekali.., lalu aku akan ke kamar mandi untuk mencuci penisku. Waktu melewati pintu belakang aku melihat bayangan seseorang di dekat pintu dan aku pura-pura tidak tahu baru aku intip setelah di kamar mandi, ternyata bayangan itu si Yanti kembaran Paramitha Rusady, ternyata dia sedang mengintip waktu aku onani tadi. Wah, kurang ajar sekali dia, tapi kelihatannya dia juga menikmati adegan dalam film tsb, karena ternyata dia juga masih menontonnya.
Cerita Dewasa Bercinta Dengan Pembantu Muda
Aku keluar dari kamar mandi dan kubiarkan saja dia mengintip terus lalu kulepas celanaku lagi dan kuhadapkan pada jendela itu biar Yanti dapat menonton penisku yang panjang ini. Lalu aku melakukan onanin lagi dan kudengar nafas Yanti semakin memburu. Lalu dengan tiba-tiba aku mendekati jendela itu dan, “Ouhh eh.., juragan.., ehm malam-malam begini kok belum tidur”, tanyanya dengan gugup.
“Iya baru nonton film kok, ngapain kamu kok di luar ayo sini nemenin aku nonton”, jawabku sambil menyeret tangannya, lalu wajahnya memerah karena dia melihat penisku yang sedang tegang itu.
“Ayo duduk disini lho, nggak apa-apa kok jangan malu-malu”, lalu dia duduk di sofa dan aku duduk disampingnya.
“Sini tangan kamu pegang ini” kataku sambil menaruh tangannya di penisku dan dia lalu meremas-remasnya. Tangankupun lalu memegang buah dadanya. Wouw, ternyata dia tidak memakai BH, lalu kupelintir putingnya dan dia menggelinjang keenakkan rupanya.
“Ayo kamu tiduran aja di sofa”, kataku dan dia merebahkan badannya lalu kutarik CD-nya maka kelihatan vaginanya yang merangsang, kuelus-elus di sekitar bibirnya yang sudah sangat basah itu, “Auh.., auh Mas.., Mas ehm”, dia merintih, aku lalu menciumi vaginanya, aku jilati clitorisnya sambil dua jariku masuk ke vaginanya.

Setelah puas memainkan vaginanya, lalu kuusap-usapkan penisku ke vaginanya dan aku masukkan pelan-pelan. Dia meringis waktu itu wajahnya sungguh merangsang dan, “Bleess”, masuk semua penisku dan dia menggelinjang. Aku pompa terus makin lama makin cepat, “Eihh.., eihh”, rintihnya tiba-tiba dia mencengkram lenganku dan pinggulnya bergoyang dengan cepat dan aku merasakan kehangatan di penisku.
Lalu aku cabut penisku dan aku lap dulu karena basah sekali, sekarang ganti aku yang duduk, sedang dia duduk di atasku dan kamipun melanjutkannya. Rambutnya yang panjang tergerai menutupi sebagian payudaranya dan matanya setengah terpejam rupanya dia sedang menikmati penisku. Wajahnya jadi sangat merangsang waktu itu kedua tanganku memegang pinggulnya dan aku dorong maju mundur dengan cepat dan aku meraskan bahwa aku akan keluar lalu aku goyang dengan cepat lalu, “Croot.., croot.., croot”, sampai lima kali air maniku menyemprot vaginanya. Kemudian Yanti tersenyum padaku kelihatannya dia puas sekali.

Cerita Dewasa Jadi Yang Pertama Menikmati Tubuhmu

2:01 PM 20 Comments
Diam mungkin yang terbaik bagiku tapi apakah dengan diam aku bisa mengurangi beban penderitaan yang selama ini aku pendam di dasar lubuk sanubari. Namaku Ryo dan saat ini aku baru lulus dari sebuah universitas swasta di Jakarta. Bingung mencari pekerjaan yang kini makin langka terjadi.
Cerita Dewasa Jadi Yang Pertama Menikmati Tubuhmu
Kejadian ini berdasarkan kisah nyata tanpa direka-reka ataupun di tambah tambah. Kejadian ini berawal dari masalah keuangan di keluargaku. Pada awalnya kami adalah keluarga yang berkecukupan sampai saat ayahku jatuh sakit. Kehidupan kamipun mulai berangsur-angsur memburuk. Satu persatu barang barang yang bisa laku di jual, kami jual tuk membiayai pengobatan ayahku serta untuk makan kami.
Teman-teman yang selama ini akrab bermain denganku kini meninggalkanku sendirian, baru kini aku sadar mereka hanya berteman denganku ketika aku senang dan ketika aku dalam kesusahan mereka meninggalkanku. Huh, itulah tabiat dari kebanyakan orang yang berada. Mendingan aku berteman dengan orang yang tak mampu. Mereka setia dalam suka maupun duka.
Aku berkenalan dengan seorang gadis. Manis dan imut wajahnya. Dia selalu curhat kepadaku tentang keluarganya yang sibuk dan sibuk melulu dengan bisnis sana dan bisnis sini. Akhirnya dia broken home. Di sela-sela kebingunganku mencari uang datang tawaran yang menggiurkan darinya. Aku bisa mendapatkan uang lumayan besar asalkan tidur bersamanya.
Aku bingung, aku tolak, aku sangat membutuhkan uang itu, dan kalau aku terima, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Jujur saja aku belum pernah melakukan hal itu sekalipun. Huh, hal yang susah sampai saat ini. Akhirnya dengan berat hati aku terima tawaran itu meski batinku memberontak.
Aku bertemu dengannya di sebuah hotel di kawasan Jakarta selatan. Hotel yang ekslusif untuk aku yang belum pernah tidur di hotel yang sebesar ini. Tanpa basa-basi aku mengetuk pintu kamarnya. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku di tengah sejuknya udara di dalam ruangan yang ber-AC itu. Grogi, takut dan rasa penasaran bercampur aduk di dalam benakku. Aku sebentar lagi akan menjadi laki-laki bayaran. Hal yang selama ini belum pernah terbersit sekalipun didalam pikiranku selama ini.
Kulihat seraut wajah manis itu menyambutku ramah dengan senyumnya yang membuat degup jantung para lelaki semakin kencang. Kulihat dia memakai jubah mandi dan wangi sabun mandi memancar dari aroma tubuhnya. Wuihh, semakin grogi aku jadinya. Tubuhku kini mulai terasa kaku tuk digerakkan. Takut, takut untuk selanjutnya. Gimana kalau aku ngga bisa memberikan kepuasan kepadanya maklum aku belum pernah melakukannya.
Aku duduk di bangku sofa yang ada di dalam kamar hotel itu. Memperhatikan gerak-gerik tubuhnya yang aduhai indah yang bisa membuat para lelaki bertekut lutut dihadapannya. Setelah mengobrol sekedar basa-basi akhirnya aku masuk kedalam kamar mandinya. Aku mandi untuk menghilangkan penat dan agar grogiku yang kian menjdai tidak terlihat olehnya.
Setelah mendi perasaan itu gak berkurang, aku pakai jubah yang ada disana. Biru muda warnanya, warna kesayanganku. Kumantapkan langkahku keluar dari kamar mandi tersebut. Betapa terkejutnya aku ketika kuliat dirinya duduk didepan meja rias hanya memakai bra dan underwear saja. Putih mulus dan tak ada cacatnya disamping bodinya yang bagus. Heranku jadinya, banyak orang yang mau melakukannya tanpa imbalan uang tetapi kenapa memilihku dan mengiming-imingkan uang yang cukup banyak.
Kudekati dirinya, kukalungkan lenganku dipundaknya dan mencium lembut lehernya yang jenjang. Aroma wangi melati semerbak tercium oleh hidungku membuat detak jantungku merasa nyaman. Kumulai memciumi lehernya dengan lebih cepat, aku lakukan dengan instingku saja tanpa pengalaman. Kurasakan tangannya mulai mengelus-elus lembut tanganku yang melingkar.
Kubalikkan tubuhnya dan kucium lembut bibir yang tipis menantang itu. Merah muda dan semakin manis dengan adanya tahi lalat kecil di sudut bibirnya sebelah kiri. Bibirku kini mulai mencium lembut pipinya dan bergerak kearah kupingnya dan menurun kearah pundaknya.
Kurasakan tubuhnya bergetar dan tanganya mengelus-elus pundakku. Kini bibirku munurun kearah dadanya. Kulihat payudaranya kini mulai mengembang dan semakin memenuhi branya. Payudara yang cukup besar dengan kulit yang putih sehingga warna bra yang hitam semakin kontras terlihat. Tanpa sadar gairahku kini mulai bangkit. Segala pikiran dan kecemasanku menghilang perlahan dan tergantikan instuisi dan gairah yang semakin menigkat.
Kuangkat tubuhnya dan kubaringkan keranjang yang empuk itu. Bed cover yang merah muda semakin menarik dengan adanya tubuhnya di situ. Perlahan-lahan kubuka branya dan kulihat puting payudaranya mencuat dengan warnya yang merah muda agak ketuaan. Perlahan-lahan kuhisap dan kugigit-gigit kecil. Kudengar desah nafasnya yang berat dan lenguhan-lenguhan kecil terdengar dari mulutnya.
Tangannya mulai mengacak-acak rambutku. Dadanya mumbusung dan memberi tanda agar aku lebih agresif lagi. Ciumanku kini mulai turuh danturun kebawah sampai diperutnya. Gerakan tubuhnya mulai tak terkendali dan kakinya mulai membelit badanku.
Kuturunkan celana dalamnya dan kulihat rambut yang masih jarang-jarang terlihat di sana. Gumpalan daging berwarna merah ada celah pangkal pahanya. Ada aroma yang aneh ketika aku menciumnya. Perasaan jijik yang tadi timbul kini tidak lagi terganti rasa penasaran seperti apa rasanya bila aku menjilatinya.
Ketika kujilati, pantatnya naik dan bergoyang-goyang. Keluhan-keluhan yang keluar dari mulutnya kini berganti rintihan-rintihan. Kutanyakan apakan dia kesakitan, gelengan kuterima sebagai jawabannya. Wajah yang kuyu dengan pandangan mata yang nanar terlihat oleh mataku. Lidahku mulai lagi kegiatannya di daerah itu. Rintihan-rintihan kini terdengar lagi. Tak lama kemudian kurasakan ada sedikit cairan keluar dari rongga vaginanya. Dia mengejang sebentar kemudian tubuhny lemas. Aku baru tahu bahwa dia telah orgasme.Kubiarkan dia dengan sejuta sensasi yang dirasakannya dan kubiarkan dia tidur dalam pelukanku.
Kumulai berfikir kembali. Lebih baik aku tidak menerima uang yang ditawarkannya. Bila akuterima aku sama saja menjual harga diriku bila tidak, uang darimana aku bisa dapati. Ditengah-tengah lamunanku kurasakan tangannya mengelus-elus lembut dadaku. Aku hanya memakai jubah mandi dan celana dalam saja. Elusannya kini mulai turun kebawah sedikit demi sedikit. Membuat gairahku naik. Bibirnya kini mulai mencium bibirku dengan lembut. Sensasi yang indah.
Hangat, lembut dan manis terasa keika bibirnya yang lembut bertemu dengan bibirku. Tanganya kini mulai mengelus-elus lembut penisku dari luar celana dalamku. Aku tak mau kalah, tanganku kini mulai meneglus-elus celah vaginanya. Kutemukan ada daging yang kecil memanjang. Kupelintir-pelintir pelan, tubuhnya mengejang hebat. Tangannya masuk kedalam celana dalamku dan mengocok-ngocok lembut penisku.
Kubuka baju dan kuturunkan celana dalamku. Kulihat dirinya yang terbaring dengan damai di atas kasur itu. Setelah semuanya kubuka, kupeluk tubuhnya dan kuposisikan tubuhku diatas tubuhnya. Tangannya menuntun penisku kearah lobang vaginanya. Kugesek-gesekkan sebentar dan secara perlahan-lahan. Pinggulnya bergerak mengikuti kemana rah penisku bergerak.
Setelah cukup, perlahan-lahan aku tekan penisku kedalam vaginanya. Kepala penisku mulai masuk dan terasa hangat, lembut bagaikan sutra. Kutekan lagi danpenisku mulai masuk lebih dalam lagi. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya dan ada kerutan di keningnya. Sakit apa nikmat yang dia rasakan, pikirku. Kutekan lebih keraslagi sampai aku merasa menembus sesuatu, seperti ada kertas tipis yang robek.
Kudengar jeritan pelan. Jangan-jangan dia.. rasa takutku kini mulai menghantui lagi. Kutnyakan apakah dia kesakitan apa masih mau dilanjutkan. Dia hanya mengangguk-angguk dan berbisik ditelingaku agar aku melanjutkannya. Kudiamkan penisku sejenak agar vaginanya dapat menyesuaikan keadaan. Penisku kurasakan hangat dan lembut. Ada gerakan meremas halus dan sedotan-sedotan di dalam vaginanya.
Kugerakkan penisku maju mundur. Lenguhan kudengar semakin menjadi-jadi. Seret dan peret kurasakan penisku bergerak keluar masuk di dalam vaginanya. Lima belas kemudian kurasakan akan ejakulasi. Kutanyakan apakah mau dikeluarkan di dalam atau diluar. Didalam saja jawabnya. Kupacu gerakanku semakin cepat. Tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat. Vaginanya mencengkram penisku dan mengurut-urutnya. Pertahananku jebol dan kukeluarkan air maniku di dalam lobang vaginanya. Kudiamkan penisku di dalam vaginanya sampai terlepas sendiri.
Kuperhatikan ada noda-noda darah bercampur air maniku. Takut dan sesal kini terlintas di dalam benakku. Ternyata dia masih seorang perawan dan aku telah merebut kegadisannya. Kubiarkan dirinya tertidur dengan damai dan secara perlahan-lahan kurapikan pakianku dan menyelinap keluar dari kamar hotelnya dengan pikiran kalut aku kembali ke rumah dan merenungi apa yang telah terjadi.
Lebih baik aku tidak menerima uangnya dan handphoneku ku jual untuk biaya berobat ayahku. aku tahu ini yang terbaik tuk kita berdua. apakah aku salah.. Jika aku salah maka apunilah aku.. Untuknya aku minta maaf, bukannya aku tak mau uangmu tapi aku terpaksa tuk menepisnya. Aku tak mau memanfaatkanmu. Sekali lagi maafkan aku. Suatu saat aku akan menghubungimu bila aku sudah siap.
Para pembaca, aku minta saran apa yang harus aku perbuat dan bagaimana aku menghadapinya. apakah aku salah dalam bertindak tetapi apakah aku hanya tak ingin dia terluka oleh sikap dan perbuatanku yang tak bertanggung jawab ini. Silahkan kirimkan kritikan dan sarannya. Sebelumnya aku ucapkan banyak terima kasih dan siapa yang mau berkenalan denganku silahkan hubungi aku saja.
Sebenarnya aku ingin merasakan kenikmatan lagi tetapi aku tak ingin terikat, adakah seseorang yang mau mengajariku setiap teknik bercinta dalam mengejar kebahagiaan sehingga aku bisa membahagiakan pasanganku. Aku ingin banyak kenangan yang tak mungkin terlupa sampai saat aku tua nanti.

Monday, April 23, 2018

Cerita Dewasa Sendiri Dirumah, Istri Diperkosa Supir

1:39 PM 1 Comments
Namaku Winie, umurku sudah 25 tahun. Waktu menikah umurku masih 19 tahun dan sekarang Kedua anakku disekolahkan di luar negeri semua sehingga di rumah hanya aku dan suami serta dua orang pembantu yang hanya bekerja untuk membersihkan perabot rumah serta kebun, sementara menjelang senja mereka pulang.
Cerita Dewasa Sendiri Dirumah, Istri Diperkosa Supir
Suamiku sebagai seorang usahawan memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Bila suamiku berada di rumah hanya untuk istirahat dan tidur sedang pagi-pagi sekali dia sudah kembali leyap dalam pandangan mataku. Hari-hariku sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya yang sudah lebih dulu menuntut ilmu di luar negeri terasa menyenangkan karena ada saja yang dapat kukerjakan, entah itu untuk mengantarkannya ke sekolah ataupun membantunya dalam pelajaran.
Namun semenjak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkan aku sampai 2 mingguan lamanya. Aku tidak pernah ikut campur urusan bisnisnya itu sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah total karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam supirku tanpa kuduga memperkosaku. Seperti biasanya begitu aku tiba di dalam rumah, aku langsung membuka pintu mobil dan langsung masuk ke dalam rumah dan melangkahkan kakiku menaiki anak tangga yang melingkar menuju lantai dua dimana kamar utama berada. Begitu kubuka pintu kamar, aku langsung melemparkan tasku ke bangku yang ada di dekat pintu masuk dan aku langsung melepas pakaian senamku yang berwarna hitam hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang masih melekat pada tubuhku.
Saat aku berjalan hendak memasuki ruang kamar mandi aku melewati tempat rias kaca milikku. Sesaat aku melihat tubuhku ke cermin dan melihat tubuhku sendiri, kulihat betisku yang masih kencang dan berbentuk mirip perut padi, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya. Kemudian kuperhatikan bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat jelas lipatan bagian tengah, terlihat cukup padat berisi serta, “Ouh.. ngapain kamu di sini!” sedikit terkejut ketika aku sedang asyik-asyiknya memandangi kemolekan tubuhku sendiri tiba-tiba saja kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup. “Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.
Tetapi supirku bukannya mematuhi perintahku malah kakinya melangkah maju satu demi satu masuk kedalam kamar tidurku. “Aris.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot. “silakan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku. Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat, memang ruang kamar tidurku cukup rapat jendela-jendelanya hingga hujan turun pun takkan terdengar hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari. Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya.
Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku. “Mas.. jangan!” kataku dengan suara gemetar. “Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai kepepet. “Jangan..!” jeritku, begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang. Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga sulit untuk berusaha menciumi aku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.
Begitu aku mendapat kesempatan untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak namun aku masih kalah cepat dengannya, supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka. Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi. “Aris.. Jangan.. jangan.. mas..” kataku berulang-ulang sambil terisak nangis. Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kecapaian dan kehabisan tenaga lalu supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menelikungnya kebelakan tubuhku begitu pula lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya. Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk.
Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku. “Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku. “Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu. “Tapi saya majikan kamu Ris..” kataku mencoba mengingatkan. “Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja, sekarang sudah pukul 7 malam berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan. “Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku. “Tapi malam ini Bu Winie harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli. Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang.
Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya. Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu. “Aris.. jangan Ris.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya. Namun Aris, supirku tidak memperdulikan perkataanku sebaliknya dengan senyum penuh nafsu terus saja meraba-raba pahaku. “Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.
Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku. “Mass.. Eee” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku. Tangan Mas Aris terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli. Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing. “Ouh.. Winie.. wajahmu cukup merangsang sekali Winie..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.
Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian, “Ouh.. mas..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu. Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya. Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah. “Bruk..” tiba-tiba tangan Mas Aris melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya aku menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku.
Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan. Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu. “Aris.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Aar.. riss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu. Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya.
Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya. “Ouh.. Ris..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri. “Sabar Win.., saya suka sekali dengan lendirmu sayang!” suara supirku yang setengah bergumam sambil terus menjilat dan menghisap-hisap tanpa hentinya sampai beberapa menit lagi lamanya. Setelah puas mulutnya bermain dan berkenalan dengan bibir kemaluanku yang montok itu si Aris lalu mendekati wajahku sambil meremas-remas buah dadaku yang ranum dan kenyal itu. “Bu Winie.., saya entot sekarang ya.. sayang..” bisiknya lebih pelan lagi dengan nafas yang sudah mendesah-desah. “Eee..” pekikku begitu kurasakan di belahan pangkal pahaku ada benda yang cukup keras dan besar mendesak-desak setengah memaksa masuk belahan bibir vaginaku. “Tenang sayang.. tenang.. dikit lagi.. dikit lagi..” “Aah.. sak.. kiit..!” jeritku keras-keras menahan ngilu yang amat sangat sampai-sampai terasa duburku berdenyut-denyut menahan ngilunya. Akhirnya batang penis supirku tenggelam hingga dalam dibalut oleh lorong kemaluanku dan terhimpit oleh bibir vaginaku.
Beberapa saat lamanya, supirku dengan sengaja, penisnya hanya didiamkan saja tidak bergerak lalu beberapa saat lagi mulai terasa di dalam liang vaginaku penisnya ditarik keluar perlahan-lahan dan setelah itu didorong masuk lagi, juga dengan perlahan-lahan sekali seakan-akan ingin menikmati gesekan-gesekan pada dinding-dinding lorong yang rapat dan terasa bergerenjal-gerenjal itu. Makin lama gerakannya semakin cepat dan cepat sehingga tubuhku semakin berguncang dengan hebatnya sampai, “Ouhh..” Tiba-tiba suara supirku dan suaraku sama-sama beradu nyaring sekali dan panjang lengkingannya dengan diikuti tubuhku yang kaku dan langsung lemas bagaikan tanpa tulang rasanya. Begitu pula dengan tubuh supirku yang langsung terhempas kesamping tubuhku. “Sialan kamu Ris!” ucapku memecah kesunyian dengan nada geram.
Setelah beberapa lama aku melepas lelah dan nafasku sudah mulai tenang dan teratur kembali. “Kamu gila Ris, kamu telah memperkosa istri majikanmu sendiri, tau!” ucapku lagi sambil memandang tubuhnya yang masih terkulai di samping sisiku. “Bagaimana kalau aku hamil nanti?” ucapku lagi dengan nada kesal. “Tenang Bu Winie.., saya masih punya pil anti hamil, Bu Winie.” ucapnya dengan tenang. “Iya.. tapi kan udah telat!” balasku dengan sinis dan ketus. “Tenang bu.. tenang.. setiap pagi ibu kan selalu minum air putih dan selama dua hari sebelumnya saya selalu mencampurkan dengan obatnya jadi Bu Winie enggak usah khawatir bakalan hamil bu,” ucapnya malah lebih tenang lagi. “Ouh.. jadi kamu sudah merencanakannya, sialan kamu Ris..” ucapku dengan terkejut, ternyata diam-diam supirku sudah lama merencanakannya. “Bagaimana Bu Winie..?
Bagaimana apanya? Sekarang kamu lepasin saya Ris..” kataku masih dengan nada kesal dan gemas. “Maksudnya, tadi waktu di Entotin enak kan?” tanyanya lagi sambil membelai rambutku. Wajahku langsung merah padam mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh supirku, namun dalam hati kecilku tidak dapat kupungkiri walaupun tadi dia sudah memperkosa dan menjatuhkan derajatku sebagai majikannya, namun aku sendiri turut menikmatinya bahkan aku sendiri merasakan organsime dua kali. “Kok ngak dijawab sich!” tanya supirku lagi. “Iya..iya, tapi sekarang lepasin talinya dong Aris!” kataku dengan menggerutu karena tanganku sudah pegal dan kaku. “Nanti saja yach! Sekarang kita mandi dulu!” ucapnya sambil langsung menggendong tubuhku dan membawa ke kamar mandi yang berada di samping tempat ranjangku. Tubuhku yang masih lemah lunglai dengan kedua tangan dan kakiku yang masih terikat itu diletakkan di atas lantai keramik berwarna krem muda yang dingin tepat di bawah pancuran shower yang tergantung di dinding. Setelah itu supirku menyalakan lampu kamar mandiku dan menyalakan kran air hingga tubuhku basah oleh guyuran air dingin yang turun dari atas pancuran shower itu.
Melihat tubuhku yang sudah basah dan terlihat mengkilat oleh pantulan lampu kamar mandi lalu Aris supirku berjongkok dekatku dan kemudian duduk di sampingku hingga tubuhnya pun turut basah oleh air yang turun dari atas. Mata supirku yang memandangiku seperti terlihat lain dari biasanya, dia mulai mengusap rambutku yang basah ke belakang dengan penuh sayang seperti sedang menyayang seorang anak kecil. Lalu diambilnya sabun Lux cair yang ada di dalam botol dan menumpahkan pada tubuhku lalu dia mulai menggosok-gosok tubuhku dengan telapak tangannya. Pinggulku, perutku lalu naik ke atas lagi ke buah dadaku kiri dan kemudian ke buah dadaku yang kanan. Tangannya yang terasa kasar itu terus menggosok dan menggosok sambil bergerak berputar seperti sedang memoles mobil dengan cairan kits. Sesekali dia meremas dengan lembut buah dada dan punting susuku hingga aku merasa geli dibuatnya, lalu naik lagi di atas buah dadaku, pundakku, leherku lalu ke bahuku, kemudian turun lagi ke lenganku. “Ah.. mas..” pekikku ketika tangannya kembali turun dan turun lagi hingga telapak tangannya menutup bibir vaginaku.
Kurasakan telapak tangannya menggosok-gosok bibir vaginaku naik turun dan kemudian membelah bibir vaginaku dengan jemari tangannya yang lincah dan cekatan dan kembali menggosok-gosokkannya hingga sabun Lux cair itu menjadi semakin berbusa. Setelah memandikan tubuhku lalu dia pun membasuh tubuhnya sendiri sambil membiarkan tubuhku tetap bersandar di bawah pancuran shower. Usai membersihkan badan, supirku lalu menggendongku keluar kamar mandi dan menghempaskan tubuhku yang masih basah itu ke atas kasur tanpa melap tubuhku terlebih dahulu. “Saya akan bawakan makanan ke sini yach!” ucapnya sambil supirku melilit handuk yang biasa kupakai kepinggangnya lalu ngeloyor ke luar kamarku tanpa sempat untuk aku berbicara. Sudah tiga tahun lebih aku tidak pernah merasakan kehangatan yang demikian memuncak, karena keegoisan suamiku yang selalu sibuk dengan pekerjaan.
Memang dalam hal keuangan aku tidak pernah kekurangan. Apapun yang aku mau pasti kudapatkan, namun untuk urusan kewajiban suami terhadap istrinya sudah lama tidak kudapatkan lagi. Entah mengapa perasaanku saat ini seperti ada rasa sedang, gembira atau.. entah apalah namanya. Yang pasti hatiku yang selama ini terasa berat dan bosan hilang begitu saja walaupun dalam hati kecilku juga merasa malu, benci, sebal dan kesal. Supirku cukup lama meninggalkan diriku sendirian, namun waktu kembali rupanya dia membawakan masakan nasi goreng dengan telor yang masih hangat serta segelas minuman kesukaanku. Lalu tubuhku disandarkan pada teralis ranjang. “Biar saya yang suapin Bu Winie yach!” ucapnya sambil menyodorkan sesendok nasi goreng yang dibuatnya. “Kamu yang masak Ris!” tanyaku ingin tahu. “Iya, lalu siapa lagi yang masak kalau bukan saya, kan di rumah cuma tinggal kita berdua, si Wati kan udah saya suruh pulang duluan sebelum hujan tadi turun!” kata supirku. “Ayo dicicipi!” katanya lagi. Mulanya aku ragu untuk mencicipi nasi goreng buatannya, namun perutku yang memang sudah terasa lapar, akhirnya kumakan juga sesendok demi sesendok. Tidak kusangka nasi goreng buatannya cukup lumanyan juga rupanya. Tanpa terasa nasi goreng di piring dapat kuhabisi juga.
Bolehkan saya memanggil Bu Winie dengan sebutan mbak?” tanyanya sambil membasuh mulutku dengan tissue. “Boleh saja, memang kenapa?” tanyaku. “Engga apa-apa, biar enak aja kedengaran di kupingnya.” Kalau saya boleh manggil Mbak Winie, berarti Bu Winie eh.. salah maksudnya Mbak Winie, panggil saya Bang aja yach!” celetuknya meminta. “Terserah kamu saja ” kataku. “Sudah nggak capai lagi kan Mbak Winie!” sahut supirku. “Memang kenapa!?” tanyaku. “Masih kuatkan?” tanyanya lagi dengan senyum binal sambil mulai meraba-raba tubuhku kembali. Aku tidak memberi jawaban lagi, hanya menunduk malu, tadi saja aku diperkosanya malah membuatku puas disetubuhinya apalagi untuk babak yang kedua kataku dalam hati. Sejujurnya aku tidak rela tubuhku diperkosanya namun aku tidak mampu untuk menolak permintaannya yang membuat tubuhku dapat melayang-layang di udara seperti dulu saat aku pertama kali menikah dengan suamiku.